Preloader
  • Solopos Institute lahir sebagai jawaban atas berbagai dinamika kebutuhan masyarakat...
Anala Anila Bagaskara

Anala Anila Bagaskara

Bullying merupakan kata yang bermakna besar, tapi selalu mengacu kepada hal negatif. Perilaku bullying jadi salah satu bentuk pelanggaran sila kedua Pancasila.

Perilaku bullying merupakan perilaku tercela atau bahkan lebih dari kata tercela. Karena perilaku bullying dapat memakan banyak korban, terlebih lagi para pelajar.

Siapa pun bisa mendapatkan perlakuan bullying dari orang di sekitarnya. Entah itu dari teman, guru, atau bahkan dari orang tua kita sendiri.

Bentuk perilaku bullying pun ada banyak, ada bullying fisik, verbal, dan siber.

Kebanyakan dari mereka mengganggap perilaku bullying hanyalah sebagai candaan semata. Tetapi, siapa yang bisa menyangka?

Bahwa candaan itu merupakan suatu hal yang bisa berakibat fatal, atau jika ada kata yang bermakna lebih dari kata “fatal”.

Mungkin itu adalah kata yang cocok digunakan untuk menunjukkan dampak dari perilaku bullying. 

Perkenalkan nama saya Larissa Almira Faralova. Disini, aku ingin menceritakan kisahku dan sahabatku yang bernama Gavya Savana. Seorang gadis yang memiliki mata berbinar dengan bulu mata yang lentik, tubuh yang ramping, tinggi badannya sekitar 156 cm, dengan rambut lurus, panjang, berwarna hitam, dan berumur 12 tahun.

Gavya Savana adalah seorang gadis cantik, kutu buku, dan pintar. Namun sayang nya Gavya tidak pandai dalam bersosialisasi dan bergaul.

Gavya menganggap jika ia bisa hidup sendiri dengan tenang tanpa gangguan dari orang lain, untuk apa ia harus capek-capek membuang energi nya untuk bersosialisasi dengan orang lain?.

Bahkan ketika aku berkenalan dengannya, ia hanya mengangguk tanpa bersalaman kepadaku. Dulu aku merasa Gavya adalah orang yang aneh.

Karena  disaat banyak siswa siswi yang menggunakan penampilan mereka yang paripurna untuk mendapatkan kepopularitasan, mengapa Gavya tidak melakukan hal tersebut? Padahal jika dipikir-pikir Gavya adalah orang yang sempurna untuk mendapatkan kepopularitasan itu.

Tapi aku tidak terlalu ambil pusing untuk memikirkan hal itu. Karena aku mengingat bahwa setiap orang memiliki karakter masing masing.

Itulah yang aku pikirkan ketika tidak ingin ambil pusing untuk memikirkan Gavya. Sampai pada akhirnya aku mengetahui sesuatu tentang Gavya.

Aku mendengar dari teman-teman ku, Gavya adalah siswi yang sering dibully oleh siswa siswi lain.

Setelah mendengar perkataan temanku, aku terdiam dan berpikir sejenak. Dalam diam itu aku bertanya-tanya kepada diriku dengan berkata dalam hati.

“Sebenarnya hal apa yang membuat Gavya dibully? Yang pasti menurutku bukan karena penampilannya, karena bagaimana mungkin orang lain membully Gavya karena penampilannya yang sempurna itu?”

Yaa itu adalah hal yang terbesit di benakku ketika teman-teman ku yang lain memberi tahu ku tentang hal itu.

Bahkan setelah berhari-hari pun aku masih memikirkan hal itu. Akhirnya muncullah rasa penasaran dalam diriku, mengenai Gavya perihal bullying tersebut.

Aku mulai mencari-cari informasi dengan bertanya kepada teman-teman ku. Tapi anehnya ketika aku tentang bertanya hal itu, teman teman ku hanya diam, dan selalu saja mengalihkan topik.

Aneh bukan? Apa yang sebenarnya menjadi alasan dari perilaku bullying ini? Mengapa teman-teman ku tidak ingin memberi tahu alasannya?

Sampai pada akhirnya ada temanku yang memberitahuku bahwa Gavya dibully karena latar belakang keluarganya yang broken home. Teman-temanku mengganggap latar belakang keluarga sangat diperlukan dalam berteman.

Mereka mengganggap jika berteman dengan anak yang memiliki latar belakang keluarga yang buruk, maka anak tersebut sudah pasti memiliki perilaku yang buruk, tercela, dan pastinya aneh. Bahkan hampir seluruh teman-temanku  beranggapan seperti ini.

Tapi tidak dengan pemikiranku. Menurutku latar belakang keluarga memang dibutuhkan dalam berteman.

Tetapi bukan berarti kita bisa menilai sikap seseorang dari hal seperti itu dan memberikan prasangka yang buruk.

Lalu setelah mendapat informasi itu,aku pun langsung membantah alasan teman-temanku membully Gavya.

“Tapi ya enggak masuk akal dong, kalau kalian bully Gavya dengan alasan kaya gitu, karena ga semua anak dengan latar belakang keluarga yang buruk punya sikap kayak gitu. Kalian ga boleh bully Gavya kaya gini, karena sebagai sesama teman kita harusnya punya nilai kemanusiaan,” ujarku.

Setelah mengatakan hal itu teman-temanku hanya diam. Lalu aku pun pergi meninggalkan mereka.

Aku mencari cari keberadaan Gavya dimana-mana. Hingga pada akhirnya aku menemukan Gavya sedang berada di kamar mandi.

Aku melihatnya sedang menangis. Ketika melihat Gavya menangis, perasaan ku seketika menjadi sedih, dalam pikiranku terbesit bagaimana anak perempuan ini dapat menanggung semua beban kehidupan ini.

Kemudian aku mendatanginya. Tanpa mengucap sepatah kata apa pun, aku langsung memeluknya.  Aku tahu pasti sangat berat menjalani kehidupan seperti itu.

Aku berusaha menenangkannya,tetapi tangisnya semakin menjadi-jadi. Aku melihat air matanya yang mengalir dengan deras itu. “Gapapa nangis aja ya, keluarin semuanya, aku tau pasti dada kamu sesak banget yaa,nanggung semua beban itu,” kataku.

Lalu beberapa saat setelah menangis, Gavya menghapus seluruh air matanya. Aku pun ikut merasakan lega ketika Gavya berhenti menangis. Namun, tiba-tiba ia mengajakku untuk pergi ke kantin bersama, aku pun meng-iyakan ajakannya.

Kami pun jajan dikantin yang kebetulan keadaannya sedang sepi. Dikantin aku membeli cokelat, dan Gavya membeli ice cream vanilla.

Setelah selesai membayar makanan itu, aku dan Gavya duduk di kursi yang tersedia di kantin tersebut.

Di sana, Gavya mulai berbicara kepadaku. “Kamu yang waktu itu ngajak kenalan aku ya? hehe maaf ya waktu itu aku cuma nganggukin kepala doang. By the way, Larissa kok kamu bisa tau aku di kamar mandi?” kata dia.

“Hehe iya Gavya, aku yang waktu itu ngajak kenalan kamu, aku tau kamu di kamar mandi karena dari tadi aku nyari kamu terus dimana mana,” kataku.

Kemudian setelah saling berbicara lama, aku pun bertanya kepada Gavya tentang mengapa Gavya tidak menceritakan perlakuan bullying dari teman teman kepada guru? Gavya pun menjawab ia tidak ingin dunia dan orang lain mengetahui penderitaan yang dialaminya.

Gavya tahu pasti dunia dan orang lain tidak akan mau mengerti.

Aku hanya bisa terdiam ketika Gavya mengatakan itu. Lalu selang beberapa saat ketika makanan kita sudah habis. “Gavya kamu mau ga berteman sama aku?setidaknya jadiin aku tempat cerita kamu, karena aku tahu berat sekali pasti menanggung beban sebanyak itu Gavya” kata dia.

Kemudian Gavya menjawab sambil tersenyum ceria. “Mauuu, makasih Saa. Makasih banyak ya karena kamu udah mau ngertiin aku,” kata dia.

Semenjak saat itu kami pun berteman. Terkadang Gavya masih mendapat perlakuan bullying dari teman teman. Contohnya ketika Gavya sedang jalan tiba-tiba ada anak yang mendorongnya dari belakang hingga terjatuh.

Di saat itu aku hanya bisa menegur teman ku yang mendorong Gavya,dan menolong Gavya untuk bangkit dari lantai.

Lalu, suatu saat sedang istirahat Gavya bertanya kepadaku. “Saa, nanti kalo aku udah ga ada kira kira siapa ya yang bakal kangen sama kehadiranku?” kata dia.

“Gavya kenapa nanyanya gitu sih. Lagi pula kalau semisal Gavya nanti udah pulang ke Tuhan, aku bakal jadi orang yang paling kangen sama kamu Vya,” kataku.

Setelah aku menjawab Gavya pun tersenyum.

Hari Perpisahan

Singkat cerita selang beberapa bulan, hari perpisahan pun tiba. Tepatnya dibulan Mei. Ketika acara perpisahan itu berlangsung, aku melihat Gavya menjadi orang yang paling berbahagia dan orang yang paling tersedih dikala itu.

Karena melihat Gavya seperti itu, aku pun mengajak Gavya untuk pergi ke tempat sepi, kami pun duduk dibawah pohon yang rindang.

Aku memulai pembicaraan dengan berkata sesuatu. “Akhirnya ya Vya,acara perpisahan kelulusan kita tiba,jadi ga sabar mau SMP,” kataku.

Gavya pun menjawab balik. “Iyaa akhirnya ya, aku seneng tau akhirnya kita lulus, tapi aku juga sedih karena masa kita akhirnya habis,” kata dia. Belum sempat menjawab perkataannya, Gavya langsung melanjutkan pembicaraannya.

“Saa, makasih udah mau jadi alasan untuk aku bertahan sampai sekarang, makasih udah mau jadi teman baikku, karena di saat orang lain nganggep aku sebagai sampah, kamu doang yang nganggep aku sebagai manusia,” kata dia.

Ketika Gavya mengatakan itu, ia langsung menangis. “Sama-sama Vya, aku harap kamu bisa hidup bahagia terus ya Vya. Kamu tau nggak Vya?selama aku berteman sama kamu, aku bener bener seneng banget, apalagi pas kamu ceritain semua hal ke aku, aku jadi merasa dihargai banget,” kataku.

“Oh iya Vyaa, kamu selalu bilang ke aku kalau kamu itu adalah anak yang enggak berguna, dan harusnya ga diciptakan sama Tuhan. Tapi menurutku kamu itu bener bener berguna banget buat hidup aku dan menurutku aku, kamu itu memang harus diciptakan sama Tuhan. Aku yakin Vyaa pasti kamu diciptaiin sama Tuhan, pas Tuhan lagi tersenyum,” tambahku lagi.

Lalu Gavya pun tersenyum sembari melihat ke arahku. Singkat nya setelah hari perpisahan itu kami sudah jarang bertemu.

Aku tersadar bahwa masa-masa ku dengan Gavya sudah habis. Lalu aku juga pernah mendengar ada kutipan “bahwa setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya”.

Rasanya ya aku ingin sekali berterimakasih kepada Tuhan, karena Tuhan telah memberiku kesempatan setidaknya sekali seumur hidupku untuk berteman denganmu Vyaa.

Nah beginilah kisahku, tak banyak pesan pesan dariku untuk kalian yang membaca ini.

Tapi aku selalu berharap kepada kalian untuk jangan sekali-kali kalian memperlakukan manusia seperti hewan, dengan memberi perlakuan bullying kepada orang lain.

Karena seorang pembully sama dengan pembunuh. Pelaku bully memang tidak membunuh fisiknya, melainkan mereka telah membunuh mental korbannya.

Ditulis Oleh:

Larissa Almira Faralova

Murid SMP N 3 Surakarta

Sumber :
Share:
Solopos Institute

Solopos Institute lahir sebagai jawaban atas berbagai dinamika kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kompetensi di bidang jurnalistik.

0 ulasan

Belum ada ulasan, jadilah yang pertama!

Kirim Ulasan

Your email adress will not be published ,Requied fileds are marked*.