Preloader
  • Solopos Institute lahir sebagai jawaban atas berbagai dinamika kebutuhan masyarakat...
Rapor MBG di Ruang Digital

Rapor MBG di Ruang Digital

Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Dijanjikan sejak masa kampanye Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 dan diluncurkan sejak 6 Januari 2025, MBG kerap memantik kritik. Bagaimana respons publik di ruang digital?

Kritik terhadap MBG muncul karena anggaran yang sangat besar, pelaksanaan yang top-down, berulangnya kasus keracunan siswa, hingga respons pejabat negara—termasuk Presiden Prabowo—yang dianggap tidak simpatik. Para penyelenggara negara mengklaim MBG tidak hanya bertujuan meningkatkan gizi anak-anak, tetapi juga menggerakkan ekonomi daerah.

Hasil pemantauan media yang dilakukan oleh Solopos Institute, total ada 59.441 konten. Dari seluruh konten tersebut, Solopos Institute mengelompokkannya menjadi lima isu utama terkait program MBG, yakni masalah kesehatan, menu MBG, pelaksanaan MBG, kontroversi MBG, dan isu lainnya.

Masalah kesehatan (42,34%) menjadi isu paling banyak dibahas yang meliputi pembicaraan tentang keracunan hingga kejadian luar biasa (KLB). Isu yang paling sedikit dibicarakan adalah tentang menu MBG (7,51%). Ini menandakan aspek kualitas menu hingga makanan hambar lebih jarang diperbincangkan.

Berdasarkan hasil pemantauan selama 17 September–15 Oktober 2025, puncak percakapan terkait topik MBG terjadi pada 15 Oktober 2025, dengan total 4.402 percakapan di berbagai platform. Pola serupa juga terlihat pada pemberitaan di media massa daring yang meningkat tajam pada hari yang sama.

Lonjakan ini dipicu oleh pemberitaan kasus keracunan massal di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, setelah sejumlah siswa mengonsumsi menu MBG pada Selasa, 14 Oktober 2025.

Sebelumnya, sebanyak 1.315 siswa di Kabupaten Bandung Barat mengalami gejala keracunan setelah menyantap hidangan MBG dari tiga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berbeda. Peristiwa ini sempat menimbulkan kepanikan di kalangan orang tua dan sekolah karena jumlah siswa yang mengeluh mual, muntah, dan pusing melonjak dalam waktu singkat.

September 2025 lalu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana memutuskan menghentikan sementara program MBG di wilayah itu. Dia menyebut pelaksanaan MBG seharusnya dilakukan secara bertahap agar tenaga pelaksana lebih terbiasa dengan standar dan prosedur teknis.

“Seharusnya dimulai dari dua hingga tiga sekolah dulu sampai terbiasa. Tetapi SPPG kali ini langsung dalam jumlah besar, itu yang menyebabkan kesalahan teknis,” ujar Dadan di Bandung Barat, Selasa, 23 September 2025.

Dadan menegaskan penghentian sementara dilakukan untuk evaluasi menyeluruh, bukan untuk menghentikan program. Ia juga menyebut kondisi dapur dan pengelolaan bahan makanan di SPPG sebenarnya sudah cukup baik, hanya perlu perbaikan agar kejadian serupa tidak berulang.

Pernyataan Dadan tersebut dimuat oleh Antara pada Selasa, 23 September 2025. Namun, pada 3 Oktober 2025, BGN merilis penyebab munculnya gejala keracunan di Bandung Barat.

Hasil investigasi tim independen BGN justru menunjukkan penyebab yang berbeda dari apa yang disampaikan Dadang yang notabene menekankan kemungkinan kesalahan teknis dan keteledoran pelaksana SPPG. Tim tersebut menemukan keracunan disebabkan senyawa nitrit.

“Kami berkesimpulan, senyawa nitrit menjadi penyebabnya,” Ketua Tim Investigasi Independen Badan Gizi Nasional (BGN) Dra Karimah Muhammad Apt., di Jakarta, Jumat (3/10/2025) yang dilansir laman bgn.go.id.

Tim investigasi BGN menyatakan sebagian besar siswa tidak mengalami kondisi berat. Hanya 7% korban dirawat inap, sedangkan 93% lainnya diperbolehkan pulang setelah pemeriksaan singkat dan pemberian obat ringan seperti parasetamol, ondansetron, dan omeprazole. Tidak ada penggunaan obat diare atau antikejang.

Apa yang sebelumnya disampaikan Dadang menganggap human error sebagai penyebab dan meminta tanggung jawab lembaga SPPG. Sedangkan tim investigasi BGN menemukan senyawa nitrit menjadi pemicu utama keracunan, bukan kesalahan teknis pengolahan makanan.

Kritik Tan Shot Yen

Sementara itu, puncak engagement atau interaksi di media sosial tentang program MBG terjadi pada 25 September 2025. Ada lebih dari dari 6,87 juta interaksi pada hari itu dari total 35,43 juta interaksi di seluruh media digital selama sebulan.

Pada hari itu, publik menyimak dengan intens pernyataan tajam Tan Shot Yen, dokter dan ahli gizi masyarakat yang mengkritik pelaksanaan MBG dalam rapat bersama Komisi IX DPR. Tan menyoroti arah program MBG yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip edukasi gizi anak.

Ia menilai pilihan menu yang menyertakan makanan instan seperti burger dan spageti justru berpotensi menjauhkan anak dari cita rasa dan nilai gizi pangan lokal. Dalam hitungan jam, potongan video pernyataan itu beredar luas dan memicu ribuan komentar dan diskusi tentang pentingnya kemandirian pangan serta arah kebijakan gizi nasional.

Sementara itu, dari total 59.441 artikel daring yang terpantau, sekitar 29,77% di antaranya (17.696 artikel) memuat sentimen negatif terhadap program MBG. Dominasi tone negatif ini sebagian besar dipicu oleh isu kesehatan, terutama pemberitaan tentang kasus keracunan massal ribuan anak akibat konsumsi menu MBG.

Di Instagram, persepsi publik terhadap program MBG juga menunjukkan pola yang serupa dengan media daring. Dari total 10.785 percakapan yang terpantau, 94,07% (10.145 percakapan) di antaranya bernada negatif. Mayoritas sentimen negatif berasal dari kolom komentar warganet.

Dominasi komentar negatif ini menandakan kuatnya reaksi emosional dan spontan publik di platform visual tersebut. Kritik umumnya muncul dalam bentuk sarkasme, makian, keluhan atau sindiran terhadap menu dan pelaksanaan MBG. Ini mencerminkan ketidakpuasan dan rendahnya kepercayaan terhadap implementasi MBG di lapangan.

Data ini juga menunjukkan bahwa Instagram berfungsi bukan hanya sebagai ruang berbagi informasi, tetapi sebagai arena ekspresi opini dan resistensi publik, di mana narasi visual pemerintah kerap berhadapan langsung dengan persepsi warganet yang kritis.

Beberapa komentar di Instagram seperti terlihat pada unggahan akun Instagram kompascom pada 16 September 2025.

“Mending ga usah terima MBG…”

“Kami ndk butuh mbg pak, yg kami butuh sehat bukan gratis nya”

“klo ortu nolak, apakah didata anak tsb tetep masuk ke penerima MBG meski aktualnya ga dimasakin ?”

Selanjutnya, tiga dari sepuluh percakapan dengan interaksi tinggi terkait MBG bersentimen negatif. Padahal, total interaksi mencapai 2.241.776 interaksi. Lonjakan perhatian publik ini dipicu oleh isu-isu yang menyentuh keamanan pangan, kritik ahli, dan kasus keracunan nyata di sekolah.

Reaksi publik muncul terhadap sejumlah momentum, di antaranya kasus di Cipongkor Bandung Barat; kritik Tan Shot Yen dalam rapat dengar pendapat Komisi IX DPR pada 23 September 2025; serta kasus 16 siswa dan seorang guru dirawat di rumah sakit akibat keracunan MBG fillet ikan hiu, kol, dan wortel di Ketapang, Kalimantan Barat.

Percakapan tentang kritik Tan Shot Yen menunjukkan warganet tidak hanya bereaksi terhadap insiden keracunan, tetapi juga mendukung kritik ahli yang memicu kesadaran publik. Interaksi tinggi tersebut menjadi refleksi keprihatinan publik terhadap keamanan dan kualitas program MBG.

Sumber :
Solopos Institute

Administrator biography

0 ulasan

Belum ada ulasan, jadilah yang pertama!

Kirim Ulasan

Your email adress will not be published ,Requied fileds are marked*.