Preloader
  • Solopos Institute lahir sebagai jawaban atas berbagai dinamika kebutuhan masyarakat...
Tolong Anggap Aku

Tolong Anggap Aku

 Hampir semua orang bilang bahwa anak pertama itu adalah salah satu orang yang selalu kuat di setiap keadaan, mungkin aku adalah salah satunya. Namaku Mikha, aku masih duduk di bangku SMP. Aku memiliki adik, dia masih TK. Meskipun masih kecil adikku sering menjadi sorotan di keluargaku. Hari ini aku ada lomba di bidang olahraga, aku sangat senang sekali. Aku hendak memberitahu ibuku, rupanya ia sedang mempersiapkan alat mewarnai, aku dekati ibu ku dan bertanya.  “Ibu sedang apa? Kenapa terlihat sibuk sekali.”

“Ibu sedang mempersiapkan untuk lomba adik mu, sana turun lalu sarapan.” Sahut ibu.

“Ibu-“ Ucapanku terpotong oleh perkataan adik ku.

“Ibu dimana baju sekolahku?”

“Sini ibu ambilkan.” Ibuku beranjak dari kasur .

     Aku hanya bisa menatap ibu pergi dari kamarku, mungkin aku tak perlu memberitahu ibu, pasti ibu juga tak keberatan jika aku tak memberitahunya.

     Sekarang aku sudah sampai di lapangan tempat aku berlomba, kebetulan aku menanti perlombaan volley ini sangat lama. Ini kali pertamanya aku mengikuti lomba volley.

“Kami akan membawa medali dan piala itu bersama kita!” Pikir tim kami di pertandingan awal.

     Harapan tim kami hilang begitu saja saat point sudah menunjukan 15-25, kami gagal membawa pulang hadiah itu. Air mata tak bisa tertahan di mata, namun tak ada kesempatan untuk mengulang pertamdingannya. Kami kembali dengan perasaan sedih, amarah, kecewa. Untungnya pelatih kami selalu mendukung meskipun kita kalah dalam pertandingan hari ini

“Jangan terlalu dipikirin, hari ini permainannya sudah bagus sekali. Kita kalahkan mereka di tahun depan!” Kata kata itu berhasil menenangkan hati kami.

     Aku menghela nafas panjang, sekarang aku tak tahu harus bilang ibu seperti apa, aku takut mengecewakannya. Dengan rasa sedihku, aku perlahan membuka pintu. Aku melihat adikku yang sedang difoto ibu dengan membawa piala.

“Lihat kak! Adikmu juara 3 lomba mewarnai.” Seru ibu sambil tersenyum bahagia.

“Wah selamat atas piala mu yang ketiga ini!” Sebagai kakak aku juga harus senang saat adikku bahagia.

“Ibu aku hebat kan? Tidak seperti kakak yang tidak pernah mempunyai piala sama sekali.” Senyumku pudar seketika.

     Aku pergi ke kamar, aku menangis. Perkataan itu memang tidak ada salahnya, namun perkataan ini membuat diriku seolah selalu gagal. Namun aku tak terlalu mempedulikannya karena dia masih kecil.

     Ujian Pertengahan Semester sudah dimulai, aku berusaha meraih prestasi dibidang akademik, karena menurutku, aku kurang berbakat di bidang non-akademik. Orang tua ku bukan tipe orang yang menyemangati saat anak anaknya mulai melalui ujian, namun mereka selalu mendoakan kami para anak anaknya di setiap malamnya. Aku berharap aku bisa mengalahkan teman temanku di ujian kali ini. Rapor akan diberikan hari ini, hatiku tak nyaman menunggu hasil niaiku. Harapanku adalah aku bisa mendapat selamat dari ayah dan ibu. Sembari aku menunggu ibu pulang dari sekolahanku, aku bermain main dengan teman temanku di internet. Seru bila mempunyai teman yang berbeda negara, bahasa bahkan agama. Kita bisa saling tukar menukar informasi yang ingin diketahui, semakin banyak perbedaan dalam pertemanan semakin pula aku mendapatkan banyak pembelajaran.

     Ibu kembali dengan membawa kertas putih, lalu diserahkan kepadaku

“Nilaiku bagaimana bu?”

“Lihat saja yang ada di kertas itu, menurut kamu ada yang bagus tidak?” Sahut ibu

“Kurasa nilaiku banyak peningkatan, apa yang salah dengan nilai ku?” Aku sedikit bingung

     Ibu tak menjawab lagi, ia pergi dengan motornya, kurasa ibu akan mengambil rapor adikku. Benar saja, 1 jam kemudian ibu pulang dengan kertas putih bersama adikku dan nenekku.

 “Wah adik hebat banget, nilai prakteknya A.” Puja ibu kepada adiknya

“Ibu, tadi ada ranking ya?” Tanyaku kepada ibu

“Ada, kamu ranking 3.”

“Wah keren!” Seruku

“Jangan berbangga diri, dulu ayahmu selalu ranking 1. Kenapa anaknya hanya ranking 3?” Ucapan ini bukan dari mulut ibu tapi nenek ku

     Aku berlari ke kamar ku, aku menangis. Aku sudah berusaha dibidang akademis, dan aku sudah mendapat nilai 3 tertinggi di kelas. Tapi kenapa hasil itu tidak memuaskan orang lain? Untuk apa kalian mengharapkan banyak tentangku namun kalian tak memberikan dukungan sama sekali.

     Kenapa aku selalu di bandingkan? Aku dan adikku mempunyai perbedaan dalam hal kemampuan meraih prestasi, tidak perlu membandingkan satu orang dengan orang lain. Dampaknya buruk bagi orang yang dibandingkan, dia bisa saja mengakhiri idupnya karena lelah dengan perbedaan yang tak dimaklumi, ia lelah karena harus mengikuti standar orang, padahal setiap orang memiliki standar masing masing. Mulai sekarang stop membuat perbedaan menjadi pembanding bagi kita.


Ditulis oleh   :

Michelle Dans Zuriel

SMPN 9 Surakarta

Sumber :
Share:
Solopos Institute

Solopos Institute lahir sebagai jawaban atas berbagai dinamika kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kompetensi di bidang jurnalistik.

0 ulasan

Belum ada ulasan, jadilah yang pertama!

Kirim Ulasan

Your email adress will not be published ,Requied fileds are marked*.